Contoh Kasus Perbuatan yang Dilarang Sesuai dengan Pasal 27 Sampai 37 UU ITE (11/2008)

Disusun oleh : Dewi Khansa Salsabila, Winda Shawitri, Yuniar Trias Fatimah, Dana Aprillia, Helda 
Pasal 27 ayat (1):

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hakmendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. “

Kasus:
            Kasus yang di alami Ervani Handayani, berawal saat Alfa Janto, suami Ervani yang bekerja di Joely Jogja Jewellery, akan dipindah tugaskan ke Cirebon. Karena merasa tak ada perjanjian dalam kontrak kerja, Alfa Janto keberatan dengan keputusan manajemen.
Penolakan itu kemudian berujung pemecatan. Merasa suaminya diperlakukan tidak adil, Ervani mengeluh di Facebook 13 Maret 2014. Dalam statusnya, Ervani menyebut nama salah satu karyawati yang dianggap berperan dalam proses pemecatan suaminya.
            Ervani sebenarnya sudah menyampaikan permintaan maaf, namun tetap dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Akhirnya sejak 6 hari setelah itu Ervani mendekam di Lapas Wirogunan Yogyakarta.
Kasus yang menimpa Ervani hanyalah 1 dari sekian kasus yang bermula dari aktivitas di sosial media. Dari sejumlah kasus yang terjadi, hukuman penjara diperoleh gara-gara ungkapan yang ditulis di media sosial.


Unsur yang dilarang: pencemaran nama baik melalui media social
            sanksi yang dikenakan kepada Ervani adalah Pasal 45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 34 ayat (1b):
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hakmendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. “ (pasal 27 ayat 2)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33. “ (pasal 34 ayat 1b)
Kasus:
            Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan.
Unsur yang dilarang: perjudian dan melakukannya melalui media elektronik
Sementara sanksi yang dikenakan adalah Pasal 45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Pasal 27 ayat (3):
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. “
Kasus:
kasus Prita Mulyasari merupakan kasus pelanggaran terhadap UU ITE yang mengemparkan Indonesia. Nyaris berbulan-bulan kasus ini mendapat sorotan masyarakat lewat media elektronik, media cetak dan jaringan sosial seperti facebook dan twitter.
Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Unsur perbuatan yang dilarang: pencemaran nama baik.
Prita menjadi tersangka atas pencemaran nama baik/ dan mendapat sanksi ancaman penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp. 1 M.

Pasal 27 ayat (4) dan Pasal 29:
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. “ (pasal 27 ayat 4)
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. “ (pasal 29)
Kasus:
Pemerasan bermodus peretasan surat elektronik. Korbannya yang seorang warga negara asing melaporkan kasus ini. Pelaku ditangkap di daerah Jawa Tengah. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution, Selasa (21/2), pelaku berinisal BA berhasil mengakses surat elektronik korbannya. Di dalam salah satu folder surat elektronik tersebut ternyata berisi foto-foto pribadi korbannya. "Lalu pelaku meminta yang Rp500 ribu dan mengancam akan menyebarluaskan foto-foto itu melalui media sosial," kata Saud. Korban nyaris saja memenuhi permintaan pelaku. Namun korban yang seorang warga negara asing ini memilih melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri pada 6 Februari 2012 lalu. Penyidik Unit Kejahatan Dunia Maya (Cybercrime) Bareskrim Polri segera menyelidiki kasus ini.
Berawal dari deteksi alamat internet protocol (IP) yang dipakai pelaku, diketahui pelaku berada di daerah Jawa Tengah. Menurut Kepala Sub Direktorat Cybercrime Bareskrim Polri Kombes Pol Tommy Watuliu, dari hasil penelusuran, pelaku sering mengakses internet melalui sebuah warnet. Hari Minggu (19/2) beberapa penyidik Cybercrime Mabes Polri bergerak ke Jawa Tengah dan menuju warnet tempat pelaku berselancar di dunia maya. Faktor keberuntungan berpihak kepada petugas. Dari data-data elektronik yang didapatkan, diketahui pelaku tengah mengakses internet dari warnet tersebut. "Saat itu pagi hari hanya ada dia yang di warnet," kata Tommy. Penangkapan langsung dilakukan. Tersangka berinisial Ba (32) menurut Tommy adalah warga Wonosobo dan pernha bekerja sebagai pegawai negeri sipil. "Tersangka mengakui semua perbuatannya," kata Tommy.
            Dalam melancarkan aksinya, BA menurut Tommy memilih target secara acak. Setelah mempelajari profil calon korban dan isi surat elektronik korbannya, mulailah ia melancarkan aksinya. Ia mulai rajin menjalin komunikasi dengan korbannya dan meminta uang. Jika tidak isi surat elektronik yang sifatnya pribadi akan disebarluaskan.
Unsur yang dilarang: pengancaman melalui media elektronik.

Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1a):
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. “ (pasal 28 ayat 1)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33. “ (pasal 34 ayat 1a)
Kasus:
penipuan dengan menggunakan modus menawarkan barang eletronik murah seperti Blackberry, Iphone 5, dan IPAD melalui website www.gudangblackmarket008.com.
Pelakunya ditangkap di Medan Sumatera Utara pada 19 Maret 2013 lalu. Pelakunya adalah seorang perempuan berinsial ES 21 tahun. ES bertugas sebagai operator website tersebut. Kemudian dari laporannya petugas mengamankan laki –laki berinisal BP (30). BP berperan sebagai pengumpul dana dan penyedia rekening penampungan hasil kejahatan.
Modus penimpuannya yakni, dengan menawarkan barang melalaui website mereka. Kemudian korban yang menelpon diminta untuk mentransfer uang ke nomor rekening yang disediakan. Namun setelah uang ditransfer, pelaku tidak mengirimkan barang.
Unsur perbuatan yang dilarang: penipuan melalui sebuah website.
Pelaku biasa dijerat dengan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE pasal 28 ayat (1) dan dapat dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 1000.000.000 (satu miliar rupiah).

Pasal 28 ayat (2):
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). “
Kasus:
            mahasiswi S2 hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Florence Sihombing yang menghina Yogyakarta divonis hukuman 2 bulan penjara dan masa percobaan selama 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta. Florence juga didenda Rp 10 juta subsider 1 bulan penjara.
            Bambang Sunanta mengatakan, Florence yang kerap disapa Flo dinyatakan terbukti bersalah telah sengaja tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik melalui jaringan telekomunikasi yang memuat penghinaan dan pencemaran nama baik Kota Yogyakarta.
            JPU memberikan tuntutan itu karena mempertimbangkan sikap Flo yang kooperatif selama persidangan. Selain itu itikad baik Flo yang sudah meminta maaf kepada warga Yogyakarta dan Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku gubernur DIY.

Sementara itu pertimbangan yang memberatkan Florence adalah penghinaan melalui media Path sudah membuat keresahan dan pertentangan di masyarakat.
Unsur yang dilarang: menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian terhadap orang atau sesuatu tertentu dengan sengaja.

Pasal 30 ayat (1):
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalamsuatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. “
Kasus:
Situs Telkom yang ber-alamat di Telkom.co.id, sempat dijahili oleh hacker. Peristiwa ini diketahui melalui postingan di salah satu forum di Indonesia. Melalui theard tersebut, si penulis mengatakan sempat melihat situs Telkom berubah tampilanya menjadi background hitam gelap dengan tulisan klaim bahwa perubahan ini dilakukan oleh kelompok hacker bernama hmei7. Tampaknya aksi ini hanya bentuk peringantan dari si hacker bahwa situs Telkom.co.id tersebut mengalami celah dan bisa diusili oleh mereka.
Gangguan ini sendiri diakui oleh pihak Telkom. Melalui Arif Prabowo, Operation Vice President Public Relations PT. Telekomunikasi Indonesia, dijelaskan situs Telkom mengalami gangguan pada tanggal 14 April 2013 pukul 1 pagi dini hari. Gangguan pada website resmi Telkom hanya terjadi pada halaman depan (front page), tidak ke back end (server web), sehingga data, informasi dan layanan Telkom tidak terganggu.
 Unsur perbuatan yang dilarang: Sengaja mengakses sistem milik orang lain dengan cara apapun.
Sementara itu jika memang terbukti dan pelakunya tertangkap maka menurut UU ITE pasal 46 ayat (1) pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000.

Pasal 30 ayat (2):
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. “
Kasus:
            Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah pencurian dokumen terjadi saat utusan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa berkunjung di Korea Selatan. Kunjungan tersebut antara lain, guna melakukan pembicaraan kerja sama jangka pendek dan jangka panjang di bidang pertahanan. Delegasi Indonesia beranggota 50 orang berkunjung ke Seoul untuk membicarakan kerja sama ekonomi, termasuk kemungkinan pembelian jet tempur latih supersonik T-50 Golden Eagle buatan Korsel dan sistem persenjataan lain seperti pesawat latih jet supersonik, tank tempur utama K2 Black Panther dan rudal portabel permukaan ke udara. Ini disebabkan karena Korea dalam persaingan sengit dengan Yak-130, jet latih Rusia. Sedangkan anggota DPR yang membidangi Pertahanan (Komisi I) menyatakan, berdasar informasi dari Kemhan, data yang diduga dicuri merupakan rencana kerja sama pembuatan 50 unit pesawat tempur di PT Dirgantara Indonesia (DI). Pihak PT DI membenarkan sedang ada kerja sama dengan Korsel dalam pembuatan pesawat tempur KFX (Korea Fighter Experiment). Pesawat KFX lebih canggih daripada F16. Modus dari kejahatan tersebut adalah mencuri data atau data theft, yaitu kegiatan memperoleh data komputer secara tidak sah, baik digunakan sendiri ataupun untuk diberikan kepada orang lain. Indentity Theft merupakan salah satu jenis kejahatan ini yang sering diikuti dengan kejahatan penipuan. Kejahatan ini juga sering diikuti dengan kejahatan data leakage.
Unsur yang dilarang: sengaja mengakses komputer orang lain untuk mendapatkan informasi atau data elektronik.

Pasal 30 ayat (3):
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. ”
Kasus:
Juni 2001. Seorang pengguna Internet Indonesia membuat beberapa situs yang mirip (persis sama) dengan situs klikbca.com, yang digunakan oleh BCA untuk memberikan layanan Internet banking. Situs yang dia buat menggunakan nama domain yang mirip dengan klikbca.com, yaitu kilkbca.com (perhatikan tulisan “kilk” yang sengaja salah ketik), wwwklikbca.com (tanpa titik antara kata “www” dan “klik”), clikbca.com, dan klickbca.com. Sang user mengaku bahwa dia medapat memperoleh PIN dari beberapa nasabah BCA yang salah mengetikkan nama situs layanan Internet banking tersebutma Connect-Ireland. Pemerintah Indonesia yang disalahkan atau dianggap melakukan kegiatan hacking ini. Menurut keterangan yang diberikan oleh administrator Connect-Ireland, 18 serangan dilakukan secara serempak dari seluruh penjuru dunia. Akan tetapi berdasarkan pengamatan, domain Timor Timur tersebut dihack dan kemudian ditambahkan sub domain yang bernama “need.tp”. Berdasarkan pengamatan situasi, “need.tp” merupakan sebuah perkataan yang sedang dipopulerkan oleh “Beavis and Butthead” (sebuah acara TV di MTV). Dengan kata lain, crackers yang melakukan serangan tersebut kemungkinan penggemar (atau paling tidak, seorang cracker Indonesia (yang dikenal dengan nama hc) tertangkap di Singapura ketika mencoba menjebol sebuah perusahaan di Singapura.
Unsur yang dilarang: merusak sistem kemanan suatu layanan elektronik.

Pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan Pasal 37:
1.      Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalamsuatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. “ (pasal 31 ayat 1)
2.      “ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. “ (pasal 31 ayat 2)
3.      “ Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangkapenegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. “ (pasal 31 ayat 3)
4.      “ Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsisebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur denganPeraturan Pemerintah. “ (pasal 31 ayat 4)
Pasal 37:
Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia. “
Kasus:
Kasus penyadapan yang dilakukan Australia terhadap petinggi-petinggi Indonesia menimbulkan dampak yang luar biasa. Ketegangan Indonesia-Australia terjadi setelah mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS (NSA) membocorkan dokumen penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Ani Yudhoyono dan juga sejumlah pejabat lain. SBY meminta Australia yang disebutnya 'kawan' tersebut, untuk menjelaskan mengenai penyadapan ini.
     
     Kejengkelan Indonesia terhadap penyadapan yang dilakukan oleh Intelejen Australia merupakan faktor terbesar yang membuat Indonesia marah besar sampai-sampai Indonesia menarik pulang  Dubes Indonesia yang berada di Australia.
       
     Di Indonesia, penyadapan dimungkinkan untuk tujuan hukum. Ada lima aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penyadapan, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Kejaksaan, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi itupun berat persyaratannya dan harus izin pimpinan aparat penegak hukum, sebagaimana disebutkan pada Pasal 42 UU Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1) :
“Bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya;”
Dan ayat (2) :
“Bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas :
a. Permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
b. Permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.”
            Sedangkan aksi penyadapan tanpa izin bertentangan dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang menyebutkan, “bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.”

Unsur yang dilarang: sebuah tindakan penyadapan yang tidak sesusai dengan ketetapan yang di atur dalam pasal 31 yang dijelaskan pada ayat (3): “Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangkapenegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. “

            Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi, adalah kurungan penjara maksimal 15 tahun. Sementara itu, di Pasal 47 UU ITE, hukuman maksimal atas kegiatan penyadapan adalah penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp 800 juta.

Pasal 32 ayat (1), (2), (3), Pasal 35 dan 36:
1.      “ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik. “ (pasal 32 ayat 1)
2.      “ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak. “ (pasal 32 ayat 2)
3.      “ Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya. “ (pasal 32 ayat 3)
Pasal 35:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik. “
Pasal 36:
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain. “ 
Kasus:
Muhammad Arsyad Assegaf alias Imen seorang asisten tukang sate warga Ciracas, Jakarta Timur, yang ditahan Bareskim Polri atas tuduhan pornografi dan penghinaan dengan melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP, Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU ITE atas tindakannya mengunggah gambar hasil rekayasa yang menunjukkan Presiden Joko Widodo beradegan seksual dengan mantan presiden Megawati Soekarnoputri di media sosial.
Muhammad Arsyad Assegaf adalah seorang lulusan SMP dan bekerja sebagai tukang tusuk sate di warung sate Margani, depan Pasar Induk Kramat Jati. Ia adalah anak dari pasangan Syafruddin dan Mursyidah — keduanya tinggal di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
sebelum mengunggah gambar, Arsyad diketahui telah bergabung ke beberapa kelompok yang dengan sengaja melakukan penghinaan dan melakukan pencemaran nama baik terhadap Joko Widodo di jejaring sosial Facebook dengan nama pengguna Arsyad Assegaf. Arsyad kemudian mengunggah montase gambar hasil rekayasa yang memperlihatkan Joko Widodo dalam kondisi telanjang tengah berhubungan seksual dengan Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Gambar ini kemudian dilihat dan dilaporkan oleh pengacara sekaligus politisi PDIP, Hendri Yosodininggrat pada tanggal 27 Juli 2014, namun baru bisa diproses kepolisian setelah Pemilihan Presiden 2014 usai.
Karena sedang berada dalam masa kampanye Pemilihan Presiden 2014, Polisi memutuskan untuk menunda proses laporan hingga bulan Agustus 2014. Pada pemeriksaan awal, pihak Polri meminta keterangan dari pelapor, yaitu Hendry di bulan Agustus 2014, kemudian dilanjutkan pemeriksaan terhadap Joko Widodo sebagai korban pada 10 Oktober 2014. Setelah bukti mencukupi, tim cyber crime Polri langsung melakukan penyergapan.
Arsyad ditangkap di rumahnya di Gang Jum, Kelurahan Kampung Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Kamis pagi, 23 Oktober 2014, pukul 07.00. Saat itu Arsyad tengah tertidur sepulang mengantarkan dua adiknya di sekolah. Empat polisi tanpa seragam masuk ke rumah dan menunjukkan surat penangkapan serta gambar-gambar di telepon seluler kepada Arsyad. Saat Arsyad hendak dibawa, Ibu Arsyad, Mursyidah, mengamuk dan membuang barang-barang di rumahnya. Ia pun sempat lari ke tepi Kali Cipinang dengan niat bunuh diri. Polisi kemudian menenangkan dan menyatakan bahwa tujuan penangkapan tersebut adalah untuk melindungi Arsyad. Arsyad ditahan dengan tuduhan utama melanggar pasal pornografi No 44 tahun 2008 tentang pornografi. Selain itu ia juga dikenai pasa‎l 310 dan 311 KUHP tentang penghinaan secara tertulis. Pihak Polri menyita 1 barang bukti, yaitu akun Facebook atas nama "Arsyad Assegaf (anti Jokowi)".
Pada 3 November 2014, Polri memberikan penangguhan penahanan dengan beberapa pertimbangan, antara lain jaminan dari pelaku untuk tidak melarikan diri, merusak barang bukti, maupun mengulangi perbuatannya. Ia di antar ke rumahnya oleh empat orang penyidik Polri. Keluarga MA, dibantu warga juga mengadakan syukuran di rumahnya atas penangguhan penahanan tersebut. Meski mendapat penangguhan penahanan oleh pihak kepolisian, Muhammad Arsyad tetap tak lepas dari sanksi sosial yang diberikan warga di lingkungan rumahnya, berupa kewajiban untuk membersihkan mushalla selama satu minggu dan wajib lapor dua kali seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Namun karena bukan termasuk jenis delik aduan, proses hukum terhadap Arsyad tetap dijalankan.
Kasus yang dilarang: seorang anak dibawah umur yang membuat sesuatu untuk mencemarkan nama orang lain.

Pasal 33:
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. “

Kasus:
penyebaran virus dengan sengaja. Salah satu jenis kasus cyber crime yang terjadi pada bulan Juli 2009, Twitter (salah satu jejaring social yang sedang naik pamor di masyakarat belakangan ini) kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan menjangkiti semua follower.
Kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran malware di seantero jejaring social. Twitter tak kalah jadi target, pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengklik, maka secara otomatis mendownload Trojan-Downloader.Win32.Banload.Sco.
Modus serangannya adalah selain menginfeksi virus, akun yang bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbas. Karena si pelaku mampu mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan orang lain, seperti permintaan transfer uang . Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan kepada penyebar virusnya belum ada kepastian hukum.
Unsur perbuatan yang dilarang: sengaja melakukan tindakan yang berakibat mengganggu sistem kerja elektronik.


Menurut UU ITE No. 11 Tahun 2008 pasal 46 pelakunya dapat dipidana penjara 10 (sepuluh) tahun dan atau dendan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebijakan Teknologi Informasi (IT Policy)

Perbandingan antara model bisnis tradisional dan online/digital